DODOL BULUKAN
Beberapa hari ini sosial media diramaikan dengan pemberitaan tentang dodol bulukan. Hal tersebut mencuat sebagai dalih dari Menteri Perdagangan (Mendag) yang dinilai telah melakukan impor gula untuk industri dalam jumlah gila-gilaan, mencapai 4,45 juta ton. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada urutan pertama negara pengimpor gula terbanyak di dunia, mengungguli China dan USA. Menurut pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, kondisi tersebut akan memperburuk defisit perdagangan.
Tingginya impor gula, menurut Mendag karena kebutuhannya mengalami peningkatan. Sedangkan industri gula dalam negeri belum mampu memenuhinya, baik volume maupun spesifikasinya. Bahkan Mendag menambahkan bahwa tidak hanya industri multinasional yang tidak mau menggunakan, industri domestik pun juga menolak penggunaan gula produksi dalam negeri. Ditambahkannya, Dodol Garut gampang bulukan kalau pakai gula produksi dalam negeri. Benarkah gula produksi dalam negeri mengakibatkan dodol cepat bulukan? atau pernyataan ngawur dari Mendag hanya sebagai alasan pembenaran kebijakan impornya?
Pernyataan tersebut perlu diluruskan dengan dasar kajian ilmiah yang benar. Dodol merupakan makanan semi basah yang manis; dibuat dari tepung ketan, santan kelapa, gula, dan garam. Untuk menambah variasi rasanya, produsen sering menggunakan buah-buahan, misalnya durian, nangka, sirsak, nenas, pisang, dan sebagainya. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan dodol dapat menjadi sumber cemaran dan mengakibatkan kerusakannya.
Secara umum, tahapan proses pengolahan dodol adalah: penyortiran (untuk memilih bahan-bahan yang berkualitas), penyiapan bahan (penimbangan, pengupasan, pencucian, pemarutan, dan perlakuan lain yang diperlukan sebagai persiapan bahan), pemasakan hingga adonan kalis, pendinginan, pencetakan, pengemasan dan pelabelan. Pemasakan dodol pada umumnya membutuhkan waktu sangat lama, kurang lebih selama empat jam dengan suhu cukup tinggi. Kualitas dan daya tahan atau umur simpan dodol sangat ditentukan oleh kualitas bahan yang digunakan dan cara pengolahannya.
Berdasarkan penyebabnya, kerusakan produk pangan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kerusakan biologis/mikrobiologis, kerusakan fisis, dan kerusakan khemis. Kerusakan yang sering muncul pada produk dodol adalah ketengikan (munculya bau tengik serta rasa yang tidak enak) dan bulukan (tumbuhnya jamur pada produk).
Ketengikan dapat timbul dalam produk dodol akibat reaksi oksidasi, yang diinisiasi oleh santan kelapa yang terkena suhu tinggi dalam waktu yang lama saat pemasakan. Akibat reaksi oksidasi tersebut, bau dan rasa tengik dapat muncul beberapa hari/minggu/bulan kemudian. Kerusakan ini tergolong sebagai kerusakan khemis dan fisis. Sedangkan bulukan merupakan kerusakan mikrobiologis yang dapat muncul beberapa hari setelah proses pengolahan.
Bulukan atau tumbuhnya jamur pada produk pangan dapat terjadi pada produk pangan berkadar air cukup tinggi (produk basah dan/atau semi basah) akibat kontaminasi. Jika proses pengolahan dan pengemasan produk dilakukan secara baik, maka mestinya kontaminasi jamur dapat dicegah. Proses pemasakan dengan suhu tinggi seperti yang dilakukan pada pembuatan dodol, mampu mengakibatkan matinya mikroorganisme yang ada dalam adonan, sehingga produk akan terhindar dari tumbuhnya jamur penyebab bulukan. Apalagi kandungan gula yang tinggi dalam dodol tersebut, juga berfungsi sebagai pengawet alami.
Gula, baik produk dalam negeri maupun impor dapat berfungsi sebagai pengawet alami melalui mekanisme osmosis. Bahan tersebut bersifat higroskopis (mudah menyerap air), sehingga air dari dalam sel mikroorganisme yang hidup dalam produk pangan akan terserap keluar sel. Akibatnya, mikroorganisme akan mati karenanya. Dengan demikian, gula tidak akan menyebabkan bulukan, bahkan mampu mencegahnya.
Bulukan pada dodol hanya mungkin terjadi akibat kontaminasi yang dipicu misalnya oleh peralatan dan ruang pengolahan yang tidak higienis dan/atau sanitasinya kurang baik, tempat penyimpanan produk yang lembab, atau pengemasan yang kurang kedap, sehingga memungkinkan kontaminan berupa jamur tumbuh dalam produk.
Jadi, alasan tingginya impor gula untuk industri agar umur simpan produknya lebih lama (tidak mudah bulukan) merupakan alasan yang tidak rasional. Dengan menggunakan gula produksi dalam negeri pun, produk tetap akan memiliki umur simpan lama dan kualitasnya terjaga jika seluruh tahapan proses pengolahan dan penanganan pasca produksinya dilakukan secara terkendali.
Prof. Dr. Ir. Ambar Rukmini, MP
Dosen Program Studi Teknologi Pangan; Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Widya Mataram Yogyakarta
Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI)
Ketua Umum Kagama TP Pengda DIY & Sekitarnya
Leave Comment