SIARAN PERS: Pakar Pangan PATPI Minta WHO Tinjau Ulang Komposisi Kelompok Penyusun Pedoman Terkait “Ultra-Processed Foods”

Sejumlah akademisi dan praktisi di bidang ilmu dan teknologi pangan serta gizi, dari Indonesia yang terhimpun dalam Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) menyampaikan masukan tertulis kepada World Health Organization (WHO) terkait pembentukan Guideline Development Group (GDG) yang akan menyusun pedoman diet global tentang apa yang disebut sebagai Ultra-Processed Foods (UPF). Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PATPI Pusat Prof. Dr Giyatmi. Dalam masukan tersebut, para pakar menyampaikan tiga pokok keprihatinan utama, seperti belum adanya definisi UPF yang jelas dan disepakati secara global, belum terwakilinya disiplin ilmu penting seperti ilmu dan teknologi pangan, serta terbatasnya keragaman perspektif ilmiah dalam komposisi GDG.
—
1. Definisi UPF Belum Jelas, Pedoman Berisiko Membingungkan
Para pakar PATPI menilai, GDG telah dibentuk sebelum tersedia definisi UPF yang jelas, teruji, dan disepakati secara luas di komunitas ilmiah internasional. Jika pedoman diet global disusun tanpa terlebih dahulu memiliki definisi dan sistem klasifikasi kategori pangan yang kokoh dan seragam, risiko yang muncul adalah rekomendasi WHO menjadi membingungkan dan sulit diterapkan di berbagai negara.
2. Risiko “Menyalahkan” Pangan Olahan yang Justru Menyelamatkan Banyak Nyawa
Masukan itu juga menyoroti bahwa sejumlah sistem klasifikasi pangan-termasuk NOVAkerap mencampuradukkan antara tingkat pengolahan dan karakteristik formulasi produk. Hal tersebut berpotensi membuat sejumlah produk pangan yang justru penting bagi kesehatan publik dikategorikan secara negatif, seperti:
• Pangan yang difortifikasi dengan mikronutrien esensial,
• Produk awet yang sangat dibutuhkan di daerah terpencil atau sumber daya terbatas,
• Pangan khusus untuk bantuan kemanusiaan dan penanggulangan gizi buruk, serta
• Produk berbasis protein nabati (misalnya daging analog) dengan profil keberlanjutan yang lebih baik.
Kerangka pedoman yang tanpa sengaja ‘memusuhi’ kelompok pangan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi kesehatan masyarakat. Produk-produk yang disebutkan di atas menjadi tulang punggung program bantuan pangan dan intervensi gizi darurat yang menjangkau lebih dari satu miliar penduduk di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
3. Konteks Indonesia: Negara Kepulauan, Rawan Bencana, Kaya Pangan Fungsional
Indonesia disorot sebagai contoh negara yang sangat terdampak oleh cara UPF didefinisikan dan dikomunikasikan. Sebagai negara kepulauan besar yang rawan bencana dan memiliki kesenjangan infrastruktur, pengolahan pangan justru memainkan peran strategis dalam memastikan ketersediaan pangan yang aman dan bergizi bagi kelompok rentan di wilayah terpencil.
Di saat yang sama, keragaman hayati dan budaya Indonesia telah melahirkan banyak produk pangan fungsional dan nutrasetikal yang menjadi bagian penting dari pola konsumsi mayarakat. Oleh karena itu, penerapan konsep UPF secara kaku dan tanpa konteks dikhawatirkan dapat menimbulkan kebingungan konseptual, menstigma produk pangan tradisional yang sejatinya bermanfaat, serta mngurangi kepercayaan publik terhadap pangan olahan yang selama ini berkontribusi terhadap perbaikan gizi nasional.
Permintaan kepada WHO
Dalam penutup masukan tertulisnya, para pakar secara hormat meminta WHO untuk:
1. Meninjau kembali dan menyeimbangkan komposisi GDG agar mencakup pakar ilmu dan teknologi pangan serta disiplin terkait lainnya;
2. Menjamin keragaman perspektif ilmiah dan medis, sehingga tidak didominasi oleh satu arus pemikiran terkait NOVA–UPF; dan
3. Menyusun urutan kerja yang menempatkan penetapan definisi dan kriteria klasifikasi yang jelas dan tervalidasi secara ilmiah sebelum penyusunan pedoman diet global.
Para penulis menegaskan kesiapan mereka untuk memberikan dukungan data, kajian, dan masukan teknis lebih lanjut agar proses penyusunan pedoman WHO ini benar-benar berpijak pada bukti ilmiah yang kuat, relevan secara global, dan menjaga tujuan utama kesehatan masyarakat.
-Humas PATPI